KeAllahan Yesus Menurut Yohanes 1:1

Salah satu isu terbesar dalam kekristenan yang terus menerus selalu menjadi bahan perdebatan baik dari kalangan non-Kristen maupun dari kalangan orang Kristen Liberal dan saksi Yehova dan beberapa aliran sesat di dalam kekristenan adalah persoalan mengenai keallahan Yesus. Apakah Yesus adalah Allah? Dan apa saja bukti di dalam Alkitab mengenai keallahan Yesus? Karena menurut golongan non-Kristen dan golongan Liberal di dalam Alkitab, Yesus tidak pernah secara eksplisit menyatakan bahwa Dia adalah Allah.

Menurut kaum Liberal dan non-Kristen, Yesus hanyalah manusia biasa yang dipilih oleh Allah untuk menjadi seorang nabi  yang memiliki kuasa dari Allah. Yesus tidak pernah bereksistensi sebelumnya tetapi hadir di dalam sejarah seperti manusia yang lain berada di dunia, sehingga mereka membedakan antara Yesus sejarah dan Kristus Iman[1].

Sedikit berbeda dari golongan non-Kristen dan kaum Liberal, Saksi Yehova justru melihat persoalan keallahan Yesus ini dari sudut yang berbeda. Bagi saksi Yehova, Yesus bukanlah Allah dan juga bukanlah manusia biasa, tetapi Yesus adalah allah kecil. Berada diantara Allah dan manusia.  dan juga pandangan dari Sabelianisme yang menandaskan bahwa Bapa, Anak, dan Roh Kudus hanyalah semacam sebutan untuk peran yang berbeda dari Pribadi yang sama. Artinya Bapa, Anak, dan Roh Kudus bukan Tiga Pribadi, melainkan Tiga Peran dari Pribadi yang sama.  Ketiga pandangan ini tidak memiliki dasar yang kuat dikarenakan didasarkan kepada penafsiran yang salah terhadap Alkitab.

Salah satu bagian Alkitab yang sering menjadi acuan atau dasar dari golongan Liberal,  Saksi Yehova dan bidat Sabelianisme tentang  pandangan ini adalah di dalam Yohanes 1:1. Menurut Saksi Yehova, Yesus bukanlah Allah didasarkan kepada persoalan definite article di bagian akhir dari ayat itu. Untuk itulah perlunya sebuah pemahaman dan penafsiran secara exegetical  untuk menunjukkan kesalahan dari kedua pandangan diatas.

 

Tafsiran Yohanes 1:1 ( Ἐν ἀρχῇ ἦν ὁ λόγος, καὶ ὁ λόγος ἦν πρὸς τὸν θεόν, καὶ θεὸς ἦν ὁ λόγος.)

 Analisis kata-perkata:  ν : Preposisi (kata depan) di susul datif  ρχ: Feminim, Datif, Tunggal (dari kata ἀρχη) ν : Bentuk Imperfek (dari είμί)   λγος : Maskulin, Nominatif, Tunggal  κα : Kata Penghubung  λγος : Maskulin, Nominatif, Tunggal  ν : Bentuk Imperfek dari είμί  πρς : preposisi (kata depan diikuti Akusatif  τν θεν: Maskulin, akkusatif, tunggal  κα : Kata penghubung  θες : maskulin, Nominatif,  Tunggal  ν: Bentuk Imperfek (dari είμί)   λγος : Maskulin, Nominatif, Tunggal

Kalimat pembukaan dari Yohanes ini menjadi sebuah catatan awal yang menarik untuk dicermati seperti yang diutarakan oleh Houwelingen bahwa “sejak baris pertama sang penginjil ingin menciptakan kejelasan tentang maksudnya”[2]. Pernyataan ini memberikan indikasi bahwa pemahaman yang benar akan bagian ini akan memberikan sudut pandang yang benar pula akan seluruh aspek kekristenan terutama mengenai karya dan kehidupan dari Yesus yang adalah Allah.

Banyak yang meragukan bahwa bagian pendahuluan dari Injil ini bukanlah bagian yang merupakan karya asli dari Rasul Yohanes, tetapi Yohanes mengambilnya dari tradisi yang berkembang pada zaman dia menulis kitab ini dan memasukannya dalam konsep Kristen[3].  Pandangan ini tidak memiliki dasar karena dengan menerima pandangan ini berarti menolak Allah sebagai sumber dari segala sesuatu yang ada di dalam dunia dan yang juga memberikan inspirasi dan juga sebagai penulis utama dari Alkitab. Tetapi sekalipun jika asumsi ini diterima, hal ini bukanlah merupakan sebuah persoalan yang terlalu menakutkan bagi inti iman Kristen seperti yang diutarakan oleh Carson “ If John has used sources in the Prologue we cannot isolate them, for the have been so thoroughly re-worked and woven into a fabric fresh design that there are no unambiguous seams”[4].

Yohanes memulai kitab ini dengan frasa pada mulanya adalah Firman (Ἐν ἀρχῇ ἦν ὁ λόγος). Frasa ini sama dengan kalimat pertama dari kitab Kejadian. Hal ini memberikan indikasi yang kuat bahwa Yohanes sedang merujuk kepada pembukaan dari kitab Kejadian yang menceritakan tentang asal mula dari segala sesuatu yang ada di dunia. Seperti yang diutarakan Carson “in 1:1-5, John traces his account of Jesus  farther back the beginning of ministry, farther back than the virgin birth, farther back even than the creation”[5].

Kata ἀρχῇ mempunyai arti yang lebih kuat dari sekedar arti pada mulanya. Menurut Carson, kata ini lebih sering merujuk kepada dasar dari segala sesuatu (origin)[6]. Lebih lanjut Carson menyatakan “I want to show you that the starting point of the gospel can be traced farther back than that, before the beginning of the entire universe”[7] Apa yang telah ada pada mulanya atau apakah yang menjadi dasar dari segala sesuatu yang ada? Yohanes memberikan pernyataan bahwa “pada mulanya adalah Firman”.

Kata Firman sendiri telah digunakan secara luas pada abad pertama dalam budaya Yunani dengan berbagai penafsiran dan arti yang berbeda-beda pula. Ada yang memiliki arti sebagai prinsip rasional yang melaluinya segala sesuatu berada, atau juga dunia yang ideal dan berbagai penafsiran yang lain lagi. Namun, Yohanes secara khusus mengunakan kata ini untuk merujuk kepada sesuatu yang dalam hal ini dimaksudkan adalah ὁ λόγος  yang telah ada sebelumnya (sejak semula sebelum segala sesuatu ada), dan sampai sekarang masih ada[8].

Dalam Perjanjian Lama di mana, kata Firman dipakai terutama dalam hal penciptaan yaitu menggambarkan bahwa melalui ‘Firman’ inilah Allah menciptakan segala sesuatu, dan tidak ada yang jadi tanpa melalui Firman. Meminjam bahasa Carson Firman adalah “divine self-expression”[9]. Ini dapat dibuktikan dengan kata “Allah berfirman” di dalam Kejadian pasal 1 ketika Allah ingin menciptakan sesuatu.

Jika Firman telah ada sebelum segala sesuatu ada, maka konsekuensi logisnya adalah bahwa Firman itu sendiri tidak ada awalnya, Dia tidak diciptakan, Dia berada dalam kekekalan,  yaitu bersama-sama dengan Allah, seperti dipertegas oleh Yohanes dengan kalimat selanjutnya “Firman itu bersama-sama dengan Allah”. Carson menyatakan Because the Word, this divine self-expression, existed in the beginning, one might suppose that it was either God, or nothing less than God himself”[10]

Houwelingen memberi komentar untuk bagian ini

“menurut Yohanes, Firman Allah mempunyai juga cara keberadaannya sendiri yang kekal, yaitu disamping Allah dan bersama-sama dengan Allah, Firman itu mandiri sepenuhnya, tetapi sekaligus terikat dengan Allah. Firman itu bukan bentuk pengungkapan ilahi, melainkan suatu keberadaan ilahi[11].

Pernyataan Houwelingen ini menimbulkan sebuah pertanyaan sederhana yang penuh makna. Apakah Firman itu adalah Allah? Berdasarkan penjelasan diatas jawabannya adalah Firman itu adalah Allah, tetapi Dia (Firman) itu adalah pribadi sendiri yang berbeda dengan Allah. Ini dibuktikan dengan penggunaan kata πρὸς oleh Yohanes yang diterjemahkan “bersama dengan”[12] memberikan makna akan kedekatan antara Firman itu dengan Allah sekaligus membedakan antara pribadi Allah dengan Sang Firman itu sendiri[13].  Senada dengan hal itu, Houwelingen mengatakan ‘pada satu pihak, Firman bisa dibedakan dari Allah, Dia mempunyai keberadaan-Nya sendiri yang kekal. Dia itu kepribadian yang berdiri sendiri. Pada pihak lain, Firman itu sama dengan Allah, yaitu dalam arti, bahwa Dia mempunyai bagian dalam kehidupan ilahi”[14]. Artinya bahwa kata “Firman” itu berbicara mengenai sebuah pribadi yang bersama-sama dengan  Allah sekaligus yang berbeda dengan pribadi Allah. Ini menyangkali pandangan Arianisme juga kaum liberal yang menolak keallahan Yesus.

Firman itu adalah Allah (καὶ θεὸς ἦν ὁ λόγος[15]), tidak hanya sekedar memiliki sifat ilahi. Banyak penafsir seperti yang diutarakan oleh Carson mengatakan bahwa karena kata theos tidak memiliki kata sandang maka Yohanes tidak menunjukkan kepada “specific being” tetapi lebih kepada ‘dewa atau allah’[16], sehingga menurut mereka (terutama saksi Yehova) Yesus bukan Allah, tetapi hanya memiliki sifat ilahi.

Daniel B Wallace memberikan jawaban akan hal ini dengan memberikan beberapa kemungkinan[17].

  1. Jika kita tidak memberikan sebuah kata sandang kepada kata θεὸς pada bagian ini, maka implikasi adalah kita akan terjebak kepada bentuk politheisme, Karena ini memberikan sebuah sugesti bahwa Firman adalah Allah kedua di dalam pantheon, dan ini sama saja dengan menyangkali keseluruhan dan tujuan dari penulisan Injil ini bahkan keseluruhan kesaksian Alkitab bahwa hanya ada satu Allah
  2. Jika kita memberikan kata sandang kepada θεὸς pada bagian ini, maka kita akan  terjebak dalam pandangan yang menyatakan bahwa Firman itu identik atau merupakan satu pribadi yang sama dengan Allah (Allah dan Firman adalah satu pribadi dengan wujud yang berbeda) .
  3. Pandangan yang berbeda adalah kata θεὸς lebih bersifat kualitatif, dan ini sejalan dengan struktur teks bahasa Yunani yaitu bahwa ini merupakan nominative predikatif. Pandangan ini lebih sesuai dan seimbang antara keallahan dari Firman dan kekekalannya dan juga pemisahan kedua pribadi tersebut.

Hal lain yang menarik dari struktur teks ini, adalah Yohanes memulai dengan urutan  frasa θεὸς ἦν ὁ λόγος  yang sebenarnya memberikan  penekanan Yohanes akan keallahan Yesus, bahwa Yesus benar-benar memiliki seluruh kualitas keallahan sama seperti yang dimiliki oleh Allah Bapa, dan  ketiadaan kata sandang tertentu dari kata θεὸς mengingatkan kita bahwa Allah Anak (Yesus Kristus) memiliki Pribadi yang berbeda dengan Allah Bapa.

Jadi tidak ada alasan untuk golongan non-Kristen, Arianisme, Sabelianisme, Liberal dan Saksi Yehova untuk menolak keallahan Yesus dan juga menolak ketritunggalan, karena Yohanes pada bagian pertama Injilnya telah begitu jelas dan lugas mengungkapkan akan kedua hal ini secara bersama-sama dalam sebuah kalimat sederhana Ἐν ἀρχῇ ἦν ὁ λόγος, καὶ ὁ λόγος ἦν πρὸς τὸν θεόν, καὶ θεὸς ἦν ὁ λόγος.

[1] Pandangan ini sebenarnya hampir sama dengan pandangan dari Arianisme yang dipelopori oleh seorang bernama arius pada abad ke-IV Masehi yang secara umum percaya bahwa Yesus adalah ciptaan. Singkatnya Yesus bukan Allah.

[2] P.H.R Houwelingen, Johanes Met evangelie van het Woord (Yohanes: Injil mengenai Firman), Kampen: Kok, 1997

[3] D.A Carson, The Gospel according to John (Leicester, Grand Rapids: Eerdmans, 1991) p 112

[4] Ibid p 112

[5] Ibid p 113

[6] Ibid, p 114

[7] Ibid, p 114

[8] Ini dibuktikan dengan penggunaan ἦν bentuk Imperfek dari είμί, yang memiliki pengertian sesuatu yang telah ada tetapi belum selesai atau tidak.

[9] D.A Carson, The Gospel… p 116

[10] Ibid. p 116

[11] P.H.R Houwelingen, Met evangelie van het Woord (Yohanes: Injil mengenai Firman), hlm 2

[12] Dalam Alkitab berbahasa Inggris hampir semuanya menerjemahkan dengan kata with, walaupun pada umumnya kata pros ini juga dapat diterjemahkan to atau toward

[13] D.A Carson, The Gospel … p 116

[14] .H.R Houwelingen, Met evangelie van het Woord (Yohanes: Injil mengenai Firman), hlm 2

[15] Bagian ini adalah bagian yang terdiri dari dua nominative dan dalam tata bahasa Yunani ini disebut nominative predicative. Kasus nominatif di dalam tata bahasa Yunani merujuk kepada fungsi sebuah kata benda sebagai subjek di dalam kalimat. Ketika subjek tersebut mendapat sebuah to be (equative verb), misalnya: “is” (adalah), maka sebuah kata benda yang lain akan digunakan juga dalam kasus nominatif. Dalam hal ini, kasus nominatif dari kata benda tersebut berfungsi sebagai predikatif nominative. Di dalam tata bahasa Inggris (juga dalam tata bahasa bahasa Indonesia), subjek dan predikatif nominatif dalam sebuah kalimat dapat dibedakan berdasarkan urutan kata (subjek ditempatkan di depan predikatif nominatifnya). Akan tetapi, tidak demikian dalam tata bahasa Yunani. Karena urutan kata dalam tata bahasa Yunani sebenarnya sangat fleksibel. Biasanya, dalam tata bahasa Yunani, penempatan urutan kata di dalam sebuah kalimat berfungsi untuk memberikan penekanan (emphatic) terhadap signifikansi dari kata yang bersangkutan dalam kalimat tersebut. Itulah sebabnya, untuk membedakan subjek dan predikatif nominatifnya, biasanya dilakukan berdasarkan kata benda yang mana yang diberi kata sandang tertentu (definite article).

[16] D.A Carson, The Gospel … p 117

[17] Daniel B Wallace, Greek Grammar,Beyond the Basic an exegetical Syntax of the New Testament (Grand Rapids: Zondervan, 1996)